Selasa, 11 September 2012

Toksikologi Lingkungan

1. Pengertian Toksikologi Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia (Casarett and Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari jejas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi. Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000) dan Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan (Butler, 1978). Dengan demikian ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi lingkungan. Kebutuhan akan toksikologi lingkungan meningkat ditinjau dari : • Proses Modernisasi yang akan menaikan konsumsi sehingga produksi juga harus meningkat, dengan demikian industrialisasi dan penggunaan energi akan meningkat yang tentunya akan meningkatkan resiko toksikologis. • Proses industrialisasi akan memanfaatkan bahan baku kimia, fisika, biologi yang akan menghasilkan buangan dalam bentuk gas, cair, dan padat yang meningkat. Buangan ini tentunya akan menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang mengakibatkan resiko pencemaran, sehingga resiko toksikologi juga akan meningkat. Tujuan Toksikologi Lingkungan adalah : Mencari substansi yang aman, yang berarti dapat mempelajari mekanisme racun terhadap organisme. Mencegah terjadinya efek yang tidak dikehendaki terhadap organisme dan lingkungan yang berarti harus dapat mengidentifikasi secara kuantitatif racun yang ada di dalam organisme, udara, air. tanah. Membuat kriteria dasar untuk standarisasi Dapat memperbaiki cara pengobatan keracunan/ membuat antidotum Bila zat toksik ini masuk ke dalam tubuh, dan menimbulkan efek, maka hal ini yang dikatakan sebagai keracunan atau dengan kata lain adalah keadaan tidak normal akibat efek racun karena kecelakaan, bunuh diri, tindak kriminal, jabatan. Efek keracunan yang terjadi dapat bersifat akut, sub-akut, khronis, delayed. Hal ini ditentukan oleh waktu, lokasi organ (lokal/sistemik). Kemampuan racun untuk menimbulkan kerusakan apabila masuk kedalam tubuh dan lokasi organ yang rentan disebut toksisitas. Toksisitas dapat ditentukan dari beberapa faktor yaitu : • Spesies (jenis mahluk hidup: hewan, manusia, tumbuhan) • Portal of entry , cara masuknya zat racun tersebut: kulit, pernafasan dan mulut • Bentuk/ sifat kimia – fisik dll Di dalam lingkungan dikenal zat xenobiotik yaitu zat yang asing bagi tubuh, dapat diperoleh dari luar tubuh (eksogen) maupun dari dalam tubuh (endogen). Xenobiotik yang dari luar tubuh dapat dihasilkan dari suatu kegiatan atau aktivitas manusia dan masuk ke dalam lingkungan. Bila organisme terpajan oleh zat xenobiotik maka zat ini akan masuk ke dalam organisme dan dapat menimbulkan efek biologis. Zat toksik atau racun dapat diklasifikasikan atas dasar : sumber, jenis, wujud, sifat kimia/ fisik, terbentuk dan efek kesehatan. • Sumber : a. Alamiah b. Buatan c. Domestik, industrial, komersial • Atas Dasar Jenis : a. Wujud : padat, gas, cair b. Sifat kimia/fisik : korosif, radioaktif, evaporatif, explosif, reaktif c. Terbentuknya : primer, sekunder, tersier d. Efek kesehatan : • Fibrosis : Pertumbuhan jaringan ikat dalam jumlah yang berlebihan ( silikosis, cobaltosis, baritosis, asbestosis, bagasosis dll) • Granuloma : Benjolan akibat proses peradangan menahun (berilicosis) • Demam : Meningkatnya temperatur tubuh (Mn,Zn,Sn, As, Cd) • Asphyxia : keadaan dimana darah & jaringan keurangan O2 • Alergi : Reaksi berlebih terhadap materi tertentu (debu organik & anorganik) • Kanker : Pertumbuhan sel yang tidak terkendali ( benzidin& garam-garam, Cr) • Mutasi : Perubahan susunan & jumlah gen (radioaktif) • Teratogen: Cacat (redioaktif, helium) • Sistemik : Racun yang menyerang hambpir ke seluruh organ tubuh (Pb,Hg,Cd,F,Va,Ti,Tel) • Ekonomik : racun yang dibuat dan diperlukan untuk pembangunan ( pestisida, insektisida) e. Hidup/ biotis dan tidak hidup/ abiotis f. Kerusakan organ 2. Analisis/ Uji Toksisitas Dalam Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 pasal 6 disebutkan bahwa limbah B-3 dapat diidentifikasi menurut sumber atau uji karakterisasi atau uji toksisitas. Uji toksisitas adalah untuk menentukan sifat akut atau khronik limbah. Pada dasarnya pengujian toksisitas bertujuan untuk menilai efek racun terhadap organisme, menganalisis secara obyektif resiko yang dihadapi akibat adanya racun di lingkungan. Toksisitas akut terjadi pada dosis tinggi, waktu pemaparan pendek dengan efek parah dan mendadak, dimana organ absorpsi dan eksresi yant terkena. Sedangkan toksisitas khronis terjadi pada dosis tidak tinggi pemaparan menahun, gejala tidak mendadak atau gradual, intensitas efek dapat parah/ tidak. Jenis uji yang digunakan tergantung pada penggunaan zat kimia dan manusia yang terpapar. Ada beberapa tingkatan dalam uji toksisitas. Tingkat 1 Uji pemaparan akut : • Menggambar kurva dosis dan respon untuk kematian dan kemungkinan cacat tubuh • Uji iritasi mata dan kulit • Membuat saringan pertama untuk mutagenik aktivitas Tingkat 2. Uji pemaparan sub khronis • Menggambar kurva dosis dan respon (pajanan 90 hari) dalam 2 spesies, sebaiknya uji ini menggunakan rute pajanan pada manusia • Uji toksisitas pda organ, catat kematian, penurunan berat badan, hematologi, dan kimia klinis, membuat sayatan dari jaringan secara mikroskopis. • Menyiapkan saringan kedua untuk aktifitas mutagenik • Uji reproduktif dan cacat lahir (teratologi) • Uji pharmakokinetik dari hewan uji : absorbsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi dari zat dalam tubuh • Melakukan uji perilaku • Uji sinergisme, potensiasi, dan antagonisme Tingkat 3 Uji pajanan khronis • Melakukan uji mutagenicity pada hewan mamalia • Melakukan uji karsinogenisisi pada hewan pengerat • Menguji farmakokinetik pada manusia • Melakukan uji coba klinis pada manusia • Bandingkan dengan data epidemiologi dari pajanan akut dan kronis Uji toksisitas dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. A. Uji Toksisitas Kuantitatif, Uji toksisitas kuantitatif misalnya dilihat dari segi organ yang terkena racun, misalnya hati, ginjal, sistem saraf dll. Uji toksisitas kuantitatif dapat juga dilihat dari gejala yang timbul mekanisme racun terhadap organ mulai pada tingkat selluler, ke tingkat jaringan, dan sampai pada tingkat organ, serta menimbulkan gejala – gejala fibrosis, granuloma, karsinogenik, teratogenik dll. Dan banyak lagi zat kimia dalam betuk logam dan non logam yang juga dapat menyebabkan efek seperti disebut di atas. B. Uji/Analisis Toksisitas Kuantitatif Uji toksisitas secara kuantitatif dapat ditinjau dari lamanya waktu, yang dapat diklasifikasikan menjadi toksisitas akut, sub-akut, khronis. Toksisitas akut adalah efek total yang didapat pada dosis tunggal/multipel dalam 24 jam pemaparan. Toksisitas akut sifatnya mendadak, waktu singkat, biasanya reversibel. Toksisitas khronis sifatnya permanen, lama, konstan, kontinu, irreversibel Uji toksisitas atas dasar dosis dan waktu berarti spesifik toksisitas akut/ khronis. Dosis adalah jumlah racun yang masuk ke dalam tubuh, besar, kecilnya menentukan efek. Sedangkan efek dosis ini merupakan fungsi dari usia, jenis kelamin, berat badan, portal of entry, frekuensi, interval waktu, kecepatan eksresi, kombinasi dengan zat lain. Terdapat beberapa istilah mengenai dosis yaitu yang umum digunakan adalah Lethal Dosis (LD) : yaitu dosis yang mematikan X % hewan uji dengan satuan berat/berat badan. Dikenal LD10, LD50, LD100, Min LD dan Dosis Therapheutik yaitu dosis yang tepat untuk pengobatan. atau dapat juga dilihat dari konsentrasi LC10, LC5O, LC100. Di dalam PP 18 tahun 1999 dikatakan bahwa limbah yang termasuk limbah B3 adalah limbah lain yang apabila diuji dengan metoda toksikologi memiliki LD50 di bawah nilai ambang batas yang telah ditetapkan yaitu 15 g/kg berat badan. Sedangkan dalam PP No 85 tahun 1999 dikatakan bahwa bila nilai LD50 secara oral lebih besar dari 50 mg/kg berat badan, maka terhadap limbah yang mengandung salah satu zat pencemar pada lampiran III PP tersebut harus dilakukan evaluasi sifat khronis, yaitu mutagenisitas, karsinogenisitas, teratogenisitas. Uji toksisitas biasanya dilakukan dengan menggunakan hewan uji seperti mencit, tikus, kelinci, monyet, anjing dan lain-lain. Pemilihan hewan uji tergantung pada jenis toksikannya dan ketersediaan dana. Setelah diperoleh hasil uji toksisitas, untuk dapat diketahui efeknya terhadap manusia, maka perlu dilakukan extrapolasi. 3. Analisis Efek Bahaya dalam Ekotoksikologi Di dalam ekotoksikologi komponen yang penting adalah integrasi antara laboratorium dengan peneltian lapangan (Kenndall and Akerman, 1992). Pendekatan eksperimental digunakan dalam analisis bahan berbahaya yang berpotensi menimbulkan efek dapat dikembangkan pada beberapa tingkat yang berbeda kompleksitasnya, tergantung pada target dari studi suatu organisasi misalnya satu spesies, populasi, komuniats atau ekosistem. Hal ini tergantung pada tipenya seperti panjang dan pendeknya waktu kematian, khronis atau respon pada sub-khronis, kerusakan reproduktif. Sehingga diperlukan kesepakatan diantara kenyataan ekologi dan kesederhanaan dalam prosedur serta interpretasi hasil. 4. Jenis-jenis Uji Ekotoksikologi Dalam uji ekotoksikologi terdapat lima jenis uji yang ditentukan berkaintan dengan keperluan yang berbeda. Biasanya digunakan pada ikan (Alabaster and Lioyd, 1982), tetapi hal ini akan lebih mudah diterapkan pada tipe organisme , air dan terestrial. Kelima jenis uji tersebut adalah sebagai berikut :  Skrining toksisitas dari zat kimia, secara teoritis, semua bahan kimia dapat ditemukan di dalam lingkungan akuatik sebagai hasil dari pembuangan, atau sebagai tempat akhir yang berasal dari air, tanah dan udara. Jenis uji ini juga digunakan untuk menentukan kemampuan toksisitas dari suatu kelompok zat kimia atau produk yang mungkin ditemukan selama perjalanan masuk ke sungai atau danau, sehingga penggunaan bahan berbahaya daoat du unvestigasi. Uji ini sudah menjadi standar.  Pemantauan toksisitas dari sumber limbah atau tempat pembuangan akhir, umumnya standar kualitas untuk efluen/ keluaran dipecahkan dengan analisis kimia. Walaupun kandungan efluen tercampur dan kompleks, yang sangat berbahaya bagi perikanan dan sukar untuk dianalisis, uji toksisitas pada ikan digunakan untuk mengestimasi risiko dan uji sederhana digunakan untuk pemantauan dari efluen. Uji ini disebut sebagai uji pemantauan efluen dan dinyatakan dalam penampilan yang sama untuk badan air penerima.  Pemantauan toksisitas untuk pengajuan peraturan, standar kualitas untuk efluen yang diuraikan di atas perlu dilegalkan, penetapan batas, membuat prosedur standar adalah penting untuk menetapkan bukti pada bagian hukum. Dengan membandingkan dengan standar toksisitas ikan.  Analisis sensitivitas dari lingkungan alamiah, telah diterangkan di atas bahwa sungai dapat terkontaminasi oleh berbagai sumber yang membawa bahaya bagi pengguna air di bagian hilir.  Uji kriteria kualitas air, banyak sekali pencemaran lingkungan yang terjadi pada lingkungan air sebagai tempat akhir pembuangan baik industri maupun rumah tangga.Beberapa zat kimi akab berada dalam ekosistem dalam waktu yang cukup lama, mungkin juga permanen, sehingga perlu dilakukan analisis bahaya, formulasi kriteria kualitas air dan standar kualitas air. (from : http://bushido02.wordpress.com/2007/11/08/ekotoksikologi-lingkungan/ )
Share READ MORE - Toksikologi Lingkungan

Template by:

Free Blog Templates